Minggu, 30 Agustus 2015

IDENTIFIKASI DAN PROFIL UMKM PADA KLASTER PARIWISATA KELURAHAN TAWANGMANGU KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR



LINGKUNGAN BEJI


1)     PISANG AMBON, PISANG EMAS

Di Lingkungan Tawangmangu, tepatnya di Daerah Beji RT 03/RW VII terdapat usaha pisang ambon dan pisang emas yang dimiliki oleh Bapak Min. Bapak Min sudah menjalani usaha ini selama 19 tahun. Usaha ini merupakan usaha turun-temurun dari isteri Bapak Min. Modal awal yang digunakan oleh Bapak Min sebesar Rp 5.000.000,00. Keuntungan yang diperoleh setiap bulannya sebesar Rp 1.500.000,00.


Usaha yang dijalani Bapak Min ini hanya dikerjakan oleh Bapak Min beserta isterinya, tidak memiliki karyawan. Pisang ambon dan pisang emas tersebut diambil dari daerah Purwodadi dan daerah Sumberlawang. Harga pisang ambon berkisar antara Rp 20.000,00 sampai Rp 25.000,00 sedangkan harga satu tundun pisang emas biasanya Rp 75.000,00. Kendala yang dihadapi oleh Bapak Min adalah disaat pemesan pisang yang akan menjual pisang kembali tidak mengambil pesanannya sehingga menyebabkan kerugian. Harga pisang tersebut berubah menjadi Rp 25.000,00 sampai Rp 10.000,00.


Permintaan konsumen pada saat ini menurun dibandingkan tahun-tahun kemarin. Namun disaat puasa dan lebaran permintaan akan meningkat. Bapak Min sendiri mempunyai keinginan untuk mengolah pisang tersebut menjadi sebuah produk makanan namun masih terkendala dengan masalah tenaga kerja.


2)     BUDIDAYA JAMUR TIRAM

Di lingkungan Tawangmangu, Desa Karangkulon RT 03 /RW 07 terdapat budidaya Jamur Tiram yang diolah oleh Bapak Darsono. Dengan modal awal 50 Juta untuk mengembangkan hasil budidaya Jamur Tiram, yang diolah dengan tenaga kerjanya sendiri. Selama 6 tahun Bapak Darsono mengolah Jamur Tiram, Dengan setiap kerja pengolahannya sekitar 2-3 hari, cara pengolahan Jamur Tiram menggunakan serbuk grajen kayu senggor yang diperoleh dari Wonosobo lalu dikirim ke Tawangmangu.



Serta pengolahan bibit jamur tiram dimasukan kedalam kanton plastik yang berisi serbu grajen kayu senggor dengan cara plastik tempat untuk menanami jamur tiram dilubangi untuk mendapatkan udara pada setiap penanaman jamur tiram lalu serbuk grajen dimasukan dan bibit jamur tiram dicampurkan kedalam serbuk grajen dan disireami air pada sore hari. Namun jamur tiram itu harus dengan pengolahan yang cukup sangat diperhatikan karena jamur tiram itu membutuhkan suhu yang sangat baik tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.



Cara penempatan harus tertutup ruangan dengan pelapisan plastik yang cukup terjangkau dengan sinar matahari dan udara yang tidak terlalu banyak udara. Tempat penempatan jamur tiram sangat cocok di udara daerah tawangmangu tempat pengolahan yang cukup baik dalam tanaman jamur tiram. Cara perahatin dalam sehari-hari juga sangat mudah penyiraman setiap sore di lakukan untuk memberi cairan pada tanaman jamur tiram agar suhu ruangan mendapat kelembapan. Proses pengolahan Jamur Tiram dan penumbuhan jamur membutuhkan waktu sekitar 30 hari atau selama 1 bulan Jamur Tiram dapat berbuah dan siap untuk dipanen. Setiap pemanenan Jamur Timar Bapak Darsono mendapatkan panen kira-kira sebanyak 1 ton Jamur Tiram.
Pemasaran Jamur Tiram dari tahun ke tahun permintaan semakin meningkat, pemasarannya Bapak Darsono dengan cara pengiriman sendiri atau kadang ada yang mengambil ketempat Bapak Darsono sebagai pemasok Jamur Tiram. Permintaan pengiriman Jamur Tiram yang banyak di daerah Bandung dan sekitanya sampai beberapa kwintal pengiriman.  Bapak Darsono menjual Jamur Tiramnya sekitar 1 kg seharga Rp 8.500 sampai 9.000 itu dengan kualitas standar dan harga sekitar Rp 10.500, ada juga Jamur Tiram yang seharga Rp 55.000 sampai 60.000 Jamur Tiram yang kering. Keuntungan yang diperoleh Bapak Darsono kira-kira 150% dari Rp 10.000.000 awal dari pemasaran jamur tiram 170% dari Rp 10.000.000 akhir dari pemasaran jamur tiram. Kendala pembibitan yang mendapatkan bibit yang kurang bagus, pengolahan jamur tiram Bapak Darsono sudah berjalan dengan baik namun kendala yang di dapat hanya pemilihan bibit jamur tiram yang harus diperhatikan oleh Bapak Darsono. Dan suhu udara yang cukup pas dalam pemilihan tempat, tak lupa dengan penyiraman sinar dan tempat yang sangat sejuk supaya Jamur Tiram menghasilkan hasil yang memuaskan. Setiap pemasaran Bapak Darsono selalu memperhatikan bibit dan cara pemanenan yang menghasilkan jamur tiram yang bagus dan besar-besar agar jumlah perkiraan jamur tiram yang dibutuhkan sesuai dengan hasil yang diperkirakan.



 3) ALAT RUMAH TANGGA


Usaha kerajian alat rumah tangga ini dimiliki oleh Bapak Sarjono yang beralamat di daerah Beji RT 03/RW VIII. Dulu Bapak Sarjono memproduksi vigura namun sekarang ini hanya memproduksi alat rumah tangga. Bapak Sarjono sudah 25 tahun  memiliki usaha alat rumah tangga ini. Bapak Sarjono memiliki 3 orang pegawai. Penggajian yang dilakukan oleh Bapak Sarjono ada dua yaitu gaji borongan dan gaji harian. Biasanya gaji borongan sebesar Rp 50.000,00 per hari tergantung dengan motif pesanan. Biasanya Bapak Sarjono memproduksi pesanan yang berupa souvenir pernikahan, ulang tahun, peralatan rumah tangga, kaligrafi dan gantungan kunci.


 
Modal awal yang digunakan berupa pemasaran produk ke dalam negeri dan luar negeri. Pemasaran ke luar negeri biasanya ke Negara Cina, Jepang, dan Korea. Sedangkan didalam negeri ada beberapa cabang  didaerah Kebakkramat, Kalisoro dan Sragen. Untuk sekarang ini pemasaran hanya difokuskan didalam negeri. Usaha alat rumah tangga ini pernah bekerjasama dengan pihak perhutani dan pernah mendapat bantuan dari pihak perindustrian yang berupa mesin dan uang namun bantuan tersebut merupakan pinjaman sehingga Bapak Sarjono harus mengembalikan uang tersebut beserta bunganya. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi alat-alat rumah tangga tersebut berupa kayu pinus. Sedangkan, bahan pembantu dan bahan penolong berupa mesin dan lem kayu.


Kendala yang dihadapi dalam produksi alat-alat rumah tangga ini berupa susahnya mendapatkan bahan baku kayu pinus. Permintaan konsumen mengenai produk alat-alat rumah tangga ini semakin tahun semakin meningkat hal ini dikarenakan banyaknya konsumen yang menggunakan peralatan rumah tangga untuk digunakan dalam kebutuhan sehari-hari. Harga peralatan rumah tangga yang ditetapkan oleh Bapak Sarjono terdiri dari 3 macam yaitu:
1.      Harga Super sebesar Rp 4.000,00. Biasanya untuk alat telenan yang dipasarkan di daerah Jakarta dan Surabaya dengan ukuran 15 x 25 cm.
2.      Harga KW I sebesar Rp 3.000,00 yang bisanya dipasarkan di daerah Solo dan Klaten.
3.      Harga KW II sebesar Rp 1.500,00.
Didalam pemasaran ada dua system yaitu system eceran dan system grosir. Pihak distributor menerima produk yang dikirim langsung oleh Bapak Sarjono sedangkan pihak pedagang biasanya mengambil pesanan langsung ke rumah.
Laba yang diperoleh per bulannya sekitar 15% sampai 25% dari penjualan yang dilakukan dalam produksi tersebut. Tenaga kerja yang ada, bekerja untuk setiap harinya dan juga melihat situasi dan kondisi yang ada dalam produksi tersebut serta tergantung system kontrak kerjanya. Apabila barang – barang yang diproduksi langsung terjual ke konsumen dalam jumlah yang banyak maka para pegawai pun langsung menerima gaji dari Bapak Sarjono.
Alat – alat yang digunakan untuk memproduksi peralatan rumah tangga terdiri dari : pasah, gergaji, srekel, grendel, dll. Dalam setiap harinya tetap memproduksi sesuai dengan pesanan asalkan ada bahan baku yang digunakannya yaitu kayu pinus. Bahan baku yang digunakan dicari dengan cara kerjasama dengan pengrajin maupun datang langsung ke petani. Sehari bisa memproduksi sebanyak 500 buah alat – alat rumah tangga dengan mempekerjakan 3 pegawainya. Untuk 1 model  alat rumah tangga bisa dikirim ke beberapa cabang salah satunya di Sragen yang masing – masing sebanyak 5.000 buah.
Usaha yang dilakukan oleh Bapak Sarjono dulunya CV tetapi sekarang berubah menjadi home industry dikarenakan saat ini hanya memproduksi alat-alat rumah tangga untuk memenuhi pesanan di dalam negeri saja dan untuk pemasaran di luar negeri saat ini sudah berhenti.
Cara mengelola keuangan yang dilakukan oleh Bapak Sarjono meliputi :
1.      Uang untuk membeli bahan baku jangan sampai dikurangi, karena bisa juga digunakan untuk kebutuhan infaq sebesar 2,5%.
2.      Mempersiapkan kelayakan bahan-bahan pembantu yang akan digunakannya agar di dalam proses produksi tidak terjadi kesalahan maupun kerusakan.
3.      Biaya operasional yang dikeluarkan oleh Bapak Sarjono hanya digunakan untuk pembayaran upah tenaga kerjanya.
4.      Laba yang diperoleh atas penjualan produk-produk tersebut terlebih dahulu  digunakan untuk menambah modal usahanya dan yang pastinya untuk keperluan keluarga.
5.      Menjaga loyalitas konsumen dengan cara memberikan diskon/potongan harga pada pesanan dengan partai besar.
6.      Seminim mungkin meniadakan system hutang dalam memproduksi maupun memasarkan produknya ke konsumen agar perputaran hutang tidak terjadi terlalu besar maupun terlalu lama untuk menghindari kerugian yang timbul akibat utang jangka panjang.
7.      Meningkatkan kualitas kinerja karyawan dengan cara pemberian pelatihan ketrampilan maupun keahlian pegawai di dalam membuat produk yang dipesan oleh konsumen.


Sabtu, 29 Agustus 2015

IDENTIFIKASI DAN PROFIL UMKM PADA KLASTER PARIWISATA KELURAHAN TAWANGMANGU KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR



LINGKUNGAN NANO


1)     PEMBIBITAN HOLTIKULTURA 

Pembibitan holtikultura merupakan usaha pembibitan yang dimiliki oleh Bapak Suladi di daerah Bener RT 01/RW V. Namun saat ini Bapak Suladi hanya berfokus pada tanaman kol. Harga jual 1 bibit tanaman kol seharga Rp 1,00 per batang tanpa menggunakan polibag. Pemasaran ini sudah sampai ke daerah Jotiyoso, Beruk dan melayani daerah Tawangmangu. Pembibitan Holtikultura ini hanya ada 3 usaha yang ada di Tawangmangu. Didalam proses pembibitan tersebut memerlukan bibit sebanyak 25.000 batang. Bapak Ismi Setiawan membeli bibit dengan bungkus sachet. Proses awal sampai proses panen memerlukan 35 hari. Kendala yang dihadapi oleh usaha pembibitan holtikultura ini adalah hama.


Bapak Suladi sudah mengupayakannya dengan memakai obat penyerang hama, akan tetapi masih kurang maksimal. Bibit tersebut setiap hari disiram setiap pagi dan sore. Tenaga kerja yang dimiliki oleh Bapak Suladi berjumlah 3 orang yang bertugas untuk mengolah tanah, memberi pupuk dan memasukkan bibit secara manual. Idul Fitri tahun kemaren bibit tidak bisa keluar kedaerah-daerah Tawangmangu dikarenakan cuaca yang panas. Modal awal yang dimiliki oleh Bapak Suladi berupa sewa lahan yang nominalnya Rp 28.500.000,00 selama 5 tahun, serta rumah yang mempunyai nominal Rp 15.000.000,00.

 



Bapak Suladi memerlukan 5 box yang digunakan untuk sekali melakukan pembibitan. Satu kali melakukan produksi memerlukan 35-40 hari lamanya. Didalam proses pembibitan memerlukan 3 lahan panjang yang dapat memuat 28.000 sampai 35.000 bibit. Daun kol dapat dijual dengan harga Rp 1.000,00 per ikat. Namun jika daun kol tidak terjual dapat untuk makan kelinci dan ternak.




Pembibitan holtikultura yang didirikan Bapak Suladi ini sudah berjalan selama 3 tahun. Pendapatan kotor yang diperoleh Bapak Suladi adalah sebesar Rp 8.000.000,00 per bulan, biaya operasional beserta pupuk adalah sebesar Rp 2.000.000,00 per bulan dan biaya ketiga tenaga kerja sebesar Rp 3.000.000,00 sehingga pendapatan bersih yang diperoleh Bapak Suladi sebesar Rp 5.000.000,00 per bulan. Pembibitan holtikultura  ini belum mendapat sosialisasi dari pemerintah. Produk yang berbentuk sayur atau yang sudah berupa kol yang siap dipanen dipasarkan kedaerah Solo, Jogjakarta dan Semarang.


2)     KRIPIK PISANG “RAJA”



 

Usaha kripik pisang “RAJA” ini dimiliki oleh Bapak Edi, didaerah Bener RT 03/V. Usaha ini sudah berdiri sekitar 8 tahun. Tenaga kerja yang dimiliki oleh Bapak Edi berjumlah 12 karyawan. Produk ini biasa dipasarkan ke Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri dan Magetan. Bahan baku yang digunakan adalah pisang tandu raja dan pisang asli trenggalek yang berasal dari Jawa Timur.


Selain itu produk kripik pisang ini juga dipasarkan ke minimarket. Kripik pisang “RAJA” yang dimiliki Bapak Edi ini sudah mempunyai ijin dari pemerintah seperti P-IRT serta sudah mendapat ijin dari Disnakertrans Karangamyar dan Depnaker Semarang. Sebelum memulai usaha ini Bapak Suladi juga mengikuti pelatihan di Semarang. Bapak Suladi mendapat bantuan Rp 1.500.000,00 dalam bentuk barang. Biasanya 1 kali produksi dalam seminggu menghasilkan 1,5 sampai 2 ton bahan baku pisang. Didalam 1 ton bahan baku pisang dapat menghasilkan 3 kw kripik pisang yang dijual dengan harga Rp 22.000 per kg.


3)     PRODUK TEMPE

Di Lingkungan Nano terdapat pengusaha tempe.  Usaha tersebut tergolong usaha keluarga yang berada di lingkungan nano RT03/RW06. Mbak Rini bersama suaminya telah merintis usahanya tersebut selama enam tahun. Beliau memulai usahanya dengan modal Rp. 500.000.





Beliau memproduksi tempe setiap hari. Meskipun tidak mempunyai pegawai, Mbak Rini mampu membuat tempe sebanyak 20kg per hari.  Bahkan saat lebaran beliau banyak menerima pesanan dari pelanggan sebanyak 30kg sampai 40kg tempe daun pisang. Sebelumnya, beliau memasarkan tempe di pasar tawangmangu. Karena telah dikenal warga sekitar tawangmangu, beliau hanya menjual produknya ke pelanggan tetap. Tempe tersebut dijual seharga Rp 350 per bungkus.
Setiap hari tempe produksinya laku terjual seluruhnya. Sehingga beliau mampu memperoleh laba Rp 1.000.000 per bulan. Namun terkadang juga terdapat kendala dalam menjalankan usahanya tersebut. Kedelai yang tidak berkualitas dan tempe yang tidak berhasil sempurna misalnya.

IDENTIFIKASI DAN PROFIL UMKM PADA KLASTER PARIWISATA KELURAHAN TAWANGMANGU KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR



LINGKUNGAN NGLEDOK SARI





1)     KRIPIK TEMPE “KANA”

Lingkungan Ngledoksari merupakan lingkungan di kelurahan Tawangmangu yang paling terpencil daerahnya karena akses jalannya cukup sulit ditempuh. Namun demikian, lingkungan Ngledoksari sangat terkenal dengan kripik tempenya. Salah satu kripik tempe yang paling terkenal yaitu Kripik Tempe “KANA” yang diproduksi oleh Bapak Ismi Setiawan yang bermukim di Rt 03/12 Ngledoksari. Nama “KANA” berasal dari nama penggabungan anaknya yang bernama Tika (15 th) dan Tina (13 th). Modal awal yang digunakan Bapak Ismi Setiawan yaitu sebesar Rp 1.500.000,00. Awal produksi hanya mempunyai tenaga kerja berjumlah 5 orang. Namun sekarang tenaga kerja yang ada di tempat produksi tersebut ada 9 orang. Bapak Ismi Setiawan telah memproduksi kripik tempe sekitar 7 tahun dan keuntungan setiap bulannya sebesar Rp 6.000.000,00.

Kendala yang dihadapinya adalah mengenai masalah tenaga kerja yang masih minim serta didalam memproduksi kripik tempe masih dilakukan secara manual. Kendala yang dihadapi adalah factor cuaca, jika cuaca terlalu dingin maka tempe harus dipanasi. Selain itu kendaraan yang digunakan sebagai alat transportasimasih menggunakan mobil sendiri. Kripik tempe yang diproduksi oleh Bapak Ismi Setiawan belum memiliki ijin dari pemerintah seperti BPOM dan P-IRT, namun Bapak Ismi Setiawan sendiri mempunyai rencana mengenai pengajuan P-IRT. Produk kripik tempe  tersebut dapat bertahan selama 15 hari, dan didalam 15 hari tersebut produk kripik tempe yang diproduksi selalu habis dipasaran. Setiap harinya Bapak Ismi Setiawan memproduksi sebanyak 6 kg kripik tempe dengan harga jual 1 kg sebesar Rp 25.000,00. Dihari Raya Idul Fitri permintaan pasar sebanyak 1,5 kw. Permintaan pasar hanya di daerah Karanganyar.

Walaupun bahan-bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kripik tempe naik, harga produk yang diperjualkan tidak mengalami kenaikan. Selama 7 tahun memproduksi kripik tempe, Bapak Ismi Setiawan beberapa kali menghadiri pameran di Boyolali  tidak setiap bulan, namun jika ada undangan saja. Didalam pameran tersebut Bapak Ismi Setiawan belum pernah mendapat penghargaan sama sekali serta belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Bapak Ismi Setiawan sendiri tidak berani mengajukan kredit kepada bank untuk memperbesar produksinya karena kurangnya pengetahuan mengenai ekonomi di perbankan. Lahan belakang dari rumah Bapak Ismi Setiawan dimanfaatkan untuk proses pengemasan yang dikerjakan oleh 3 orang. Bahan baku kedelai yang sudah tidak digunakan diberikan sapi untuk dimakan.
 


Selain kripik tempe yang diproduksi, Bapak Ismi Setiawan juga memproduksi tempe panjang yang dibungkus dengan plastic dan dipasarkan dengan harga Rp 3.000,00 per bungkus. Modal yang digunakan untuk memproduksi tempe dan kripik tempe terpisah. Produk tempe panjang hanya dijual didaerah Tawangmangu saja. Laba yang diperoleh didalam memproduksi tempe panjang sebanyak Rp 6.000.000,00. Karyawan digaji setiap 2 hari sekali. Sebelum karyawan diperkerjakan, ada pelatihan terlebih dahulu untuk setiap karyawan. Produksi kripik tempe tersebut libur jika Bapak Ismi Setiawan beserta keluarga pulang kekampung yaitu ke Jawa Timur. Di Jawa Timur juga terdapat usaha kripik tempe yang didirikan oleh Orangtua dari istri Bapak Ismi Setiawan.