Sabtu, 29 Agustus 2015

IDENTIFIKASI DAN PROFIL UMKM PADA KLASTER PARIWISATA KELURAHAN TAWANGMANGU KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR



LINGKUNGAN NANO


1)     PEMBIBITAN HOLTIKULTURA 

Pembibitan holtikultura merupakan usaha pembibitan yang dimiliki oleh Bapak Suladi di daerah Bener RT 01/RW V. Namun saat ini Bapak Suladi hanya berfokus pada tanaman kol. Harga jual 1 bibit tanaman kol seharga Rp 1,00 per batang tanpa menggunakan polibag. Pemasaran ini sudah sampai ke daerah Jotiyoso, Beruk dan melayani daerah Tawangmangu. Pembibitan Holtikultura ini hanya ada 3 usaha yang ada di Tawangmangu. Didalam proses pembibitan tersebut memerlukan bibit sebanyak 25.000 batang. Bapak Ismi Setiawan membeli bibit dengan bungkus sachet. Proses awal sampai proses panen memerlukan 35 hari. Kendala yang dihadapi oleh usaha pembibitan holtikultura ini adalah hama.


Bapak Suladi sudah mengupayakannya dengan memakai obat penyerang hama, akan tetapi masih kurang maksimal. Bibit tersebut setiap hari disiram setiap pagi dan sore. Tenaga kerja yang dimiliki oleh Bapak Suladi berjumlah 3 orang yang bertugas untuk mengolah tanah, memberi pupuk dan memasukkan bibit secara manual. Idul Fitri tahun kemaren bibit tidak bisa keluar kedaerah-daerah Tawangmangu dikarenakan cuaca yang panas. Modal awal yang dimiliki oleh Bapak Suladi berupa sewa lahan yang nominalnya Rp 28.500.000,00 selama 5 tahun, serta rumah yang mempunyai nominal Rp 15.000.000,00.

 



Bapak Suladi memerlukan 5 box yang digunakan untuk sekali melakukan pembibitan. Satu kali melakukan produksi memerlukan 35-40 hari lamanya. Didalam proses pembibitan memerlukan 3 lahan panjang yang dapat memuat 28.000 sampai 35.000 bibit. Daun kol dapat dijual dengan harga Rp 1.000,00 per ikat. Namun jika daun kol tidak terjual dapat untuk makan kelinci dan ternak.




Pembibitan holtikultura yang didirikan Bapak Suladi ini sudah berjalan selama 3 tahun. Pendapatan kotor yang diperoleh Bapak Suladi adalah sebesar Rp 8.000.000,00 per bulan, biaya operasional beserta pupuk adalah sebesar Rp 2.000.000,00 per bulan dan biaya ketiga tenaga kerja sebesar Rp 3.000.000,00 sehingga pendapatan bersih yang diperoleh Bapak Suladi sebesar Rp 5.000.000,00 per bulan. Pembibitan holtikultura  ini belum mendapat sosialisasi dari pemerintah. Produk yang berbentuk sayur atau yang sudah berupa kol yang siap dipanen dipasarkan kedaerah Solo, Jogjakarta dan Semarang.


2)     KRIPIK PISANG “RAJA”



 

Usaha kripik pisang “RAJA” ini dimiliki oleh Bapak Edi, didaerah Bener RT 03/V. Usaha ini sudah berdiri sekitar 8 tahun. Tenaga kerja yang dimiliki oleh Bapak Edi berjumlah 12 karyawan. Produk ini biasa dipasarkan ke Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri dan Magetan. Bahan baku yang digunakan adalah pisang tandu raja dan pisang asli trenggalek yang berasal dari Jawa Timur.


Selain itu produk kripik pisang ini juga dipasarkan ke minimarket. Kripik pisang “RAJA” yang dimiliki Bapak Edi ini sudah mempunyai ijin dari pemerintah seperti P-IRT serta sudah mendapat ijin dari Disnakertrans Karangamyar dan Depnaker Semarang. Sebelum memulai usaha ini Bapak Suladi juga mengikuti pelatihan di Semarang. Bapak Suladi mendapat bantuan Rp 1.500.000,00 dalam bentuk barang. Biasanya 1 kali produksi dalam seminggu menghasilkan 1,5 sampai 2 ton bahan baku pisang. Didalam 1 ton bahan baku pisang dapat menghasilkan 3 kw kripik pisang yang dijual dengan harga Rp 22.000 per kg.


3)     PRODUK TEMPE

Di Lingkungan Nano terdapat pengusaha tempe.  Usaha tersebut tergolong usaha keluarga yang berada di lingkungan nano RT03/RW06. Mbak Rini bersama suaminya telah merintis usahanya tersebut selama enam tahun. Beliau memulai usahanya dengan modal Rp. 500.000.





Beliau memproduksi tempe setiap hari. Meskipun tidak mempunyai pegawai, Mbak Rini mampu membuat tempe sebanyak 20kg per hari.  Bahkan saat lebaran beliau banyak menerima pesanan dari pelanggan sebanyak 30kg sampai 40kg tempe daun pisang. Sebelumnya, beliau memasarkan tempe di pasar tawangmangu. Karena telah dikenal warga sekitar tawangmangu, beliau hanya menjual produknya ke pelanggan tetap. Tempe tersebut dijual seharga Rp 350 per bungkus.
Setiap hari tempe produksinya laku terjual seluruhnya. Sehingga beliau mampu memperoleh laba Rp 1.000.000 per bulan. Namun terkadang juga terdapat kendala dalam menjalankan usahanya tersebut. Kedelai yang tidak berkualitas dan tempe yang tidak berhasil sempurna misalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar